Pelaku Penculikan, Penyekapan Dan Penganiayaan Belum Terungkap, Ini Kata Pakar Hukum

  • Bagikan

Catatan-merah.com

Muntok, Bangka Barat, Bangka Belitung —

Perkara Dugaan Tindak Pidana Penculikan, penyekapan dan penganiayaan terhadap Asnadi, yang diduga dilakukan oleh oknum TNI kepada korban seorang nelayan asal warga Muntok Asin, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung (Babel) terus menjadi sorotan Publik. Sabtu, 06/04/2024.

Foto. Korban Asnadi pasca mengalami luka parah (pecah bibir bawah)

Hal ini setelah adanya kabar upaya Restorative Justice (RJ) yang digaungkan oleh pihak terduga dalang dari kasus tersebut berupa Surat Keterangan damai yang  ketahui dan ditanda tangani oleh Lurah Sungai Daeng Gilang Caesar Kasmeswara S, STP yang ajukan Riandi, sedangkan hingga kini terduga pelaku belum berhasil ditetapkan oleh pihak APH Polres Bangka Barat.

Surat keterangan damai atas nama Riandi diduga perwalian dari pelaku

Viralnya kasus penculikan, penyekapan dan penganiayaan tersebut, Pakar Hukum Suhendar SH, MM asal Lembaga Hukum Indonesia (LHI) pun turut menanggapi kabar yang viral di Kabupaten Bangka Barat itu, apalagi setelah adanya narasi upaya RJ dari beberapa pihak yang diduga terlibat.

“Jika saya menganalisa dari laporan dan keterangan-keterangan, Perkara ini sangat kompleks, apalagi ini merupakan perkara yang direncanakan, diduga dilakukan oleh beberapa orang oknum”

Suhendar menilai.

“Tempat eksekusi sudah di persiapkan, waduh mengerikan sekali, karena sudah terstruktur secara sistematis”,ujar Suhendar SH MM.

Sekjen LHI ini pun melanjutkan penjelasan terkait pasal ancaman penculikan, penyekapan dan penganiaayan ini.

“Penculikan, penyekapan dan Penganiayaan itu diancam dengan pasal 333 KUHP dan 446 KUHP dimana masing-masing ancamannya diatas 7 tahun, begitu juga yang menyediakan tempat untuk eksekusi penyekapan dan penyiksaan”. Lanjut Suhendar.

Pasal 333

1. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama 8 tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

4. Pidana yang ditentukan dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan.

Pasal 446

1. Setiap orang yang secara melawan hukum merampas kemerdekaan orang atau meneruskan perampasan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

2. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

3. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

4. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berlaku juga bagi orang yang memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan atau meneruskan perampasan kemerdekaan secara melawan hukum tersebut.

Masih kata Suhendar SH MM, bahwa si pemilik rumah pun terancam dengan pasal yang sama meskipun tidak ikut dalam tindakan penculikan, penyekapan maupun penganiayaan terhadap korban.

“Untuk Pemilik rumah, Kepolisian Polres Bangka Barat pun harusnya berani, tetapkan sebagai turut terduga pelaku

Kenapa demikian, karena dalam pasal 333 KUHP ayat 4 dan pasal 446 KUHP ayat 4 jelas disebutkan bahwa ketentuan pidana sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi orang yang memberikan tempat untuk perampasan kemerdekaan atau meneruskan perampasan kemerdekaan secara melawan hukum tersebut.

Jadi jika melihat dari kronologis kejadian dan tempat kejadian sesuai LP, maka Menkiong sebagai pemilik lokasipun harusnya dibidik sebagai terduga pelaku”,terang Suhendar.

Disinggung mengenai upaya RJ yang akan diterapkan, Advokat senior inipun dengan tegas menjelaskan beberapa poin terhadap syarat RJ.

“Beberapa syarat RJ adalah Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban. Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Dan perlu diketahui, perkara ini bukan penganiayan biasa yang diterapkan dalam pasal 351 KUHP yang ancaman hukumannya hanya 2 Tahun 8 bulan”,Tegasnya.

Restorative Justice dan Ketentuan.

Menurut Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, berikut adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan restorative justice:

1. Pelaku tindak pidana hanya boleh baru pertama kali melakukan pelanggaran hukum.

2. Kerugian yang timbul akibat tindak pidana harus kurang dari Rp 2,5 juta.

3. Terdapat kesepakatan antara pelaku dan korban terkait penyelesaian perkara.

4. Tindak pidana yang dilakukan pelaku hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara dengan ancaman tidak lebih dari 5 tahun.

5. Pelaku harus mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban.

6. Pelaku wajib mengganti kerugian yang dialami oleh korban.

7. Pelaku juga harus mengganti biaya yang ditimbulkan akibat tindak pidana dan/atau memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh tindak pidana.

Namun, penting untuk diingat bahwa penyelesaian perkara dengan restorative justice tidak berlaku untuk kasus-kasus tindak pidana yang berkaitan dengan keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat dan wakilnya, ketertiban umum, serta kesusilaan. Selain itu, restorative justice juga tidak diterapkan pada tindak pidana dengan ancaman pidana minimal, tindak pidana narkotika, tindak pidana lingkungan hidup, dan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. (6/4/2024)

(Red).

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!