Catatan-Merah.Com, Pangkalpinang – Tokoh masyarakat sekaligus pendiri sebuah organisasi masyarakat Aliansi Masyarakat Terzolimi (Almaster) menjadi korban pemerasan dan intimidasi dari oknum wartawan. Minggu, (7/7/2024)
Guru Nasir salah satu pendiri Almaster yang beranggotakan sekitar 300 orang tersebar sekota Pangkalpinang kerap menyuarakan soal pendidikan pasca aturan PPDB oleh pemerintah.
Keseharian Guru Nasir berprofesi sebagai seorang petani di kawasan Parit Enam, Pangkalpinang ini menjadi korban dugaan pemerasan oleh FA oknum wartawan media online.
Kejadian tersebut diduga dilakukan oleh oknum wartawan FA warga asal Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan bermodalkan foto lama aktivitas penambangan.
Bukannya meminta konfirmasi malah terkesan menakut-nakuti serta intimidasi dengan maksud meminta sejumlah uang.
Kejadian ini terjadi pada Minggu, (7/7), saat salah satu tokoh pendiri Provinsi Bangka Belitung (Babel) tengah bekerja memotong rumput di kebunnya. Seorang oknum wartawan menghubunginya melalui telepon, mengaku berasal dari Bangka Barat, dan menanyakan tentang aktivitas penambangan di sekitar kebun.
Wartawan tersebut kemudian mengancam akan memberitakan kegiatan tersebut dan meminta uang sejumlah Rp 1 juta.
Guru Nasir, yang juga dikenal sebagai tokoh masyarakat di Semabung lama merasa tertekan dengan ancaman tersebut. Namun, karena tidak mampu memenuhi permintaan itu, oknum wartawan tersebut tetap melanjutkan ancaman akan mempublikasikan berita tentang penambangan di kawasan itu.
Menanggapi ancaman tersebut, Guru Nasir mengungkapkan kekecewaannya terhadap tindakan oknum wartawan yang menggunakan profesinya untuk memeras warga.
“Sangat disayangkan masih ada oknum wartawan ‘bodrex’ yang sengaja menerbitkan berita sebagai alat untuk memeras atau menakuti-nakuti warga,” ujar Guru.
Tidak hanya di situ, Guru Natsir juga mengatakan foto yang dikirim oleh oknum tersebut adalah foto lama yang seharusnya untuk kepentingan konfirmas agar berimbang, malah terkesan sebagai alat dugaan pemerasan.
“Sebelumya mereka dulu pernah datang, bagiku, siapa pun yang datang kita kawan. Kalau ade rejeki, terlepas ku begawe apa dak. Kusangka nak konfirmasi, ternyata nak minta duit dengan yang di kirim FA itu foto lama. Walaupun pesanya la tarik,”Jelas pendiri Almaster.
Menindak lanjuti hal tersebut, disisi lain oknum wartawan FA saat dikonfirmasi, dalam Voice Note whatsapp yang diterima terdengar mengeluarkan sumpah serapah hingga mengeluarkan kata mencaci maki, ” Goblok” Juga terkesan bernada ancaman.
“Jangan keliatan gobloknya. Konfirmasi yang benar, kalian tunjukan kualitas kalian. Siapa kamu? Catatan merah?, “katanya mencaci.
Tidak sampai disitu, tersiar kabar, oknum wartawan FA juga sempat viral di beberapa group media online, pasalnya foto tersebut tersebar saat mendatangi kediaman salah satu kolektor pasir timah yang ada di Kabupaten Bangka Tengah. Hal inipun di perjelas Guru Natsir, bahwa di foto tersebut diduga ada salah satu oknum FA, orang yang sama dalam melakukan perbuatan dugaan pemerasan sebelumnya pernah dia jumpai dijumpai.
“Aok difoto tu la orang nya, yang baju item, tengah”Ungkapnya.
Fenomena wartawan ‘bodrex’ ini bukanlah hal baru di Indonesia. Wartawan bodrex adalah sebutan untuk oknum wartawan yang menyalahgunakan profesinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi melalui cara-cara yang tidak etis, seperti memeras atau menakut-nakuti narasumber.
Praktik ini tidak hanya merusak citra profesi jurnalisme, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat terhadap media. Pemerasan oleh oknum wartawan ini berdampak negatif pada banyak aspek.
Pertama. Hal ini mencederai integritas dan kredibilitas profesi jurnalisme’. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya, justru disuguhi berita yang dimanipulasi untuk keuntungan pribadi / orang.
Kedua. Ancaman seperti ini bisa membuat warga takut dan merasa tidak aman, terutama ketika mereka tidak bersalah dan tidak melakukan kegiatan ilegal.
Guru Nasir seorang petani kebun, terpaksa menghadapi tekanan dan ancaman yang seharusnya tidak perlu dialaminya.
Dalam mengatasi masalah ini. Diperlukan tindakan tegas dari berbagai pihak.
Pertama, perusahaan media harus lebih selektif dalam merekrut dan mengawasi wartawannya. Wartawan yang terlibat dalam tindakan tidak etis harus segera ditindak dan dipecat untuk menjaga kredibilitas media.
Kedua, masyarakat perlu lebih waspada dan berani melaporkan tindakan pemerasan oleh oknum wartawan. Dengan adanya laporan, pihak berwenang bisa mengambil tindakan hukum yang diperlukan untuk menghentikan praktik ini
Ketiga, edukasi dan peningkatan kesadaran tentang etika jurnalistik perlu ditingkatkan, baik di kalangan wartawan maupun masyarakat umum. Dengan demikian, masyarakat dapat mengenali berita yang dibuat dengan niat buruk dan melaporkannya.
Pihak berwenang juga perlu bertindak cepat dan tegas dalam menindaklanjuti laporan pemerasan oleh oknum wartawan. Penegakan hukum yang tegas dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah kasus serupa terjadi di masa depan. Pemberitaan sepihak yang digunakan sebagai alat untuk memeras harus dihentikan agar tidak merusak tatanan sosial dan kepercayaan masyarakat terhadap media.
Profesi jurnalisme memegang peranan penting dalam masyarakat sebagai penyedia informasi yang objektif dan akurat juga sebagai pilar ke 4 dalam demoktasi.
Oleh karena itu, menjaga integritas dan kredibilitas jurnalisme adalah tugas bersama, baik oleh wartawan, perusahaan media, maupun masyarakat. Setiap tindakan yang merusak citra jurnalisme harus dilawan dengan tegas. (Redaksi)